January 8, 2013

Sherlock: The Casebook

Bicara tentang Benedict Cumberbatch, tentu tidak bisa lepas dari serial Sherlock produksi BBC yang telah mengangkat namanya ke jajaran aktor paling populer saat ini. Maka sebagai tulisan pertama untuk blog ini, saya memilih membahas Sherlock: The Casebook, buku panduan serial tersebut.



Sherlock: The Casebook


Penulis: Guy Adams
Penerbit: BBC Books
Tebal: 160 halaman
Beli di Amazon 
Beli di Bookdepository
ISBN 13: 9781849904254 
ISBN 10: 1849904251

Bila mendengar kata guide book dari film atau serial TV populer, apa yang terbayang oleh kalian? Sinopsis cerita, wawancara para artis dan staf yang terlibat, parade foto-foto yang menawan? Sherlock: The Casebook juga berangkat dari konsep dasar yang sama, namun dengan cara pendekatan yang berbeda.

Di awal buku kita akan disuguhi wawancara dengan Steven Moffat dan Mark Gatiss, duo troll kreator yang bertanggung jawab atas lahirnya Sherlock. Mereka bercerita bagaimana ide untuk 'membawa' Sherlock Holmes, tokoh detektif terkenal sepanjang masa, ke zaman modern muncul saat mereka sedang dalam perjalanan kereta api bolak-balik London-Cardiff. Moffat mulai merasa bahwa idenya dan Gatiss bukanlah sesuatu yang buruk setelah sang istri, Sue Vertue, yang belum pernah membaca atau tertarik dengan Sherlock Holmes menyarankannya untuk mewujudkan ide tersebut. Moffat berpendapat bahwa tidak masalah bila latar kisah Sherlock Holmes diubah ke era modern karena unsur petualangan di dalamnya tetap relevan sepanjang masa.


"Everything that matters about Holmes and Watson is the same. Conan Doyle's original stories were never about frock coats and gas light. They're about brilliant detection, dreadful villains and blood-curdling crimes - and, frankly, the hell with the crinoline," begitu komentar Moffat dalam jumpa pers. "Other detectives have cases, Sherlock Holmes has adventures and that's what matters."

Sekarang mari membahas bagian terasyik dari buku ini: sinopsis dan detail kasus-kasus yang muncul di Sherlock. Alih-alih cuma berupa ulasan biasa, sinopsis tersebut ditampilkan dalam bentuk tulisan tangan John Watson yang selalu setia menemani petualangan Sherlock. Tulisan John dilengkapi dengan berbagai data relevan seperti laporan kepolisian, foto-foto dari TKP, laporan autopsi, pokoknya semua yang biasa muncul dalam penyelidikan sebuah kejahatan. Nah, yang selalu membuat saya sukses tertawa terbahak-bahak adalah 'percakapan' antara John dan Sherlock lewat potongan post-it yang nyaris selalu muncul di setiap halaman.

Contoh percakapan di pembahasan kasus pertama, A Study in Pink:

Sherlock: "You're keeping A SCRAPBOOK. Only old ladies and pre-pubescent girls keep scrapbooks, John."
John: "It's not a scrapbook, Sherlock. I'm collecting papers relevant to the cases. It helps me remember the details. And it was locked away in my desk drawer."

Itu hanyalah satu dari sekian banyak 'percakapan' yang muncul di buku ini. Sering sekali (kalau tidak bisa dibilang selalu) John dibuat kesal oleh celetukan atau komentar Sherlock yang sering bernada 'menghina' atau memuji diri sendiri. Bahkan dalam satu kesempatan, Mycroft, kakak Sherlock dan Mrs. Hudson juga ikut menimpali. Dari sinilah sering muncul detail yang tidak sempat diangkat ke dalam layar kaca, misalnya Sherlock cilik yang selalu melempar makan malamnya ke arah Mycroft setiap kali sang kakak masuk ke ruangan... Masih ingat adegan pengadilan Moriarty di episode The Reichenbach Fall saat Sherlock sempat ditendang keluar karena dianggap menghina hakim? Jawabannya juga ada di sini.

Pembahasan lain dalam The Casebook juga tak kalah menarik. Penasaran dengan interior apartemen di 221B Baker Street yang dihuni Sherlock dan John? Ada halaman khusus yang didedikasikan untuk itu. Dan kembali saya dibuat terperangah campur geli karena rupanya Sherlock 'tidak tahu' akan fungsi sebuah dapur.

Tentu buku ini belum lengkap tanpa wawancara dengan para artis pendukung Sherlock. Benedict Cumberbatch (Sherlock Holmes), Martin Freeman (John Watson) dan Andrew Scott (James Moriarty) masing-masing mendapat jatah sekitar 2 halaman untuk membahas peran mereka. Satu lagi yang tidak boleh sampai terlewatkan, ulasan kisah hidup Sir Arthur Conan Doyle, sang pencipta Sherlock Holmes, sepanjang 6 halaman. Kisah yang cukup menyedihkan, menurut saya.

Ah, sepertinya saya harus berhenti mengoceh tentang Sherlock: The Casebook. Acungan jempol untuk Guy Adams yang telah berhasil mendokumentasikan Sherlock ke dalam format buku yang tak kalah luar biasa dengan serial itu sendiri. Bahkan beliau tahu bagaimana mengakhirinya sedemikian rupa hingga pembaca seolah diajak kembali menyaksikan akhir episode season 2 yang sampai sekarang masih sanggup membuat perasaan para penggemar Sherlock seperti disayat-sayat.

Sebuah buku yang masuk kategori 'wajib punya' bagi para penggemar Sherlock.

No comments:

Post a Comment